Sabtu, 20 Oktober 2012

Terminal Sukadame Siantar Riwayatmu Kini

Terminal Sukadame Siantar Riwayatmu Kini

SIANTAR | parlin pangaribuan

Walau sering dijadikan sebagai simbol kriminalitas,  namun eks Terminal Sukadame adalah saksi bisu betapa kerasnya kehidupan warga kota yang tetap menjadi kenangan bagi warga kota Pematangsiantar.

Terminal Sukadame didirikan tahun 70 an ketika Laurimba Saragih menjadi wali kota Pematangsiantar. Waktu itu, Laurimba menilai di kota itu harus ada  sebuah terminal  yang dapat menampung seluruh kendaraan dari luar kota yang melintasi Pematangsiantar.

Maklum saja, sebagai kota transit, Pematangsiantar sangat ramai dilalui oleh angkutan umum yang menuju dari satu daerah kedaerah lainnya yang harus dikutip retribusi dan dijadikan sebagai  pendapatan asli daerah (PAD)

Sebenarnya masa itu sudah ada 2 terminal di kota itu,  yakni terminal Pantoan yang saat ini menjadi lokasi Ramayana yang menjadi terminal bus yang datang dari arah tanah jawa dan Asahan dan Terminal di Jalan Patuan Nagari yang menampung angkutan umum yang datang dari arah Medan dan Tapanuli.  Namun pemerintah kota menilai keberadaan dua terminal tidak efektif lagi dan harus dicarikan sebuah lokasi yang strategis

Dan melalui sebuah pertimbangan dipilihlah sebuah kawasan di Kelurahan Sukadame Kecamatan Siantar Utara yang kala itu adalah sebuah rawa-rawa yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah.

Setelah menimbun rawa-rawa dan membangun sebuah terminal yang sangat megah pada masanya.

Dari sinilah cerita kerasnya kehidupan warga kota itu dimulai. Daerah yang awalnya tergolong sepi itu mulai diramaikan oleh pekerja dan penumpang angkutan umum yang melintas di terminal yang lebih dikenal dengan terminal parluasan itu..

Warga sekitar yang juga dikenal sebagai Par Parluasan mulai memanfaatkan situasi itu dengan berdagang berbagai  keperluan penumpang. Beberapa diantaranya menjual makanan dan minuman, ada juga yang bekerja pada sektor jasa seperti agen bus, bongkar muat, supir, tukang becak dayung atau yang dikenal sebagai parsorong, bahkan sampai tukang semir sepatu.

Pertumbuhan yang begitu  pesat membuat warga dari daerah lainnya pun tertarik dan bermigrasi untuk mengadu nasib di kota Siantar. Dan Kebanyakan diantaranya akhirnya menetap di sekita kawasan itu. Pertambahan penduduk di sekitar wilayah yang semakin pesat pun tak bisa dihindari.

Geliat ekonomi yang cukup menggiurkan  menimbulkan persaingan antara mereka, terutama dalam hal memperebutkan wilayah kekuasaan.

Rata-rata diantaranya berupaya menjadi pemimpin dan penguasa pada sektor-sektor tertentu yang dianggap menghasilkan uang seperti
sektor bongkar muat barang, mandor bus, hingga menjadi ketua tukang semir. Akibatnya, perkelahian demi perkelahian antara mereka tak terhindarkan

Beberapa diantaranya mulai membangun persatuan dengan membentuk organisasi. Dimana, saat itu,  Ngadu Purba, Jendam Damanik, Burhanudin Purba, Ramli Silalahi, serta beberapa orang lagi, bergabung dalam Organisasi Karvetri (Karyawan Veteran Republik Indonesia). Mereka kemudian menguasai bongkar muat angkutan di seluruh Siantar.

  Sedangkan,  Amir Damanik bersama Terem Sembiring, Rakyat, Nasib, dan beberapa nama lain, menguasai keamanan di sejumlah perusahaan yang saat itu mulai berkembang di Siantar. Selain itu, beberapa nama lainnya seperti  Dobur dan lainnya pun mulai bermunculan. Keberadaan mereka pun cukup disegani di dalam maupun di luar Kota Siantar.

 Seiring waktu, nama  Amir Damanik dan Ramli Silalahi akhirnya tenar dan muncul menjadi penguasa Siantar.

Amir Damanik dikenal karena memiliki ilmu kebal terhadap benda tajam. Amir Damanik yang kemudian dikenal dengan julukan Singa Siantar juga dikabarkan bisa menghilang dan berubah wujud. Sementara Ramli Silalahi terkenal dengan kecerdikannya.


Mereka menjadi rival berat dalam perebutan kekuasaan di Siantar. Pertarungan antara keduanya selalu menjadi buah bibir. Bahkan, saat tersiar kabar bahwa keduanya akan bertarung di areal Terminal Sukadame, ribuan warga Siantar pasti berbondong-bondong datang untuk menyaksikannya.

 Setelah Amir Damanik terbunuh dengan cara disiram air keras oleh beberapa musuhnya,  ditambah dengan munculnya penembak misterius (Petrus), nama-nama penguasa Siantar ini mulai jarang kedengaran. Beberapa di antaranya beralih profesi menjadi pengusaha, sedangkan sebagian lagi pergi meninggalkan Siantar.

Terminal itu kemudian tak terkendali dan dikuasai preman-preman baru. Para pencopet mulai bermunculan. Bahkan, tak jarang warga yang hendak bepergian melalui terminal itu harus menangis karena seluruh uangnya hilang diambil copet.

Agen bus liar sering memaksa penumpang naik bus dan sesukanya mematok ongkos. Muncul pula penjual buku yang sering memaksa penumpang membeli buku dan penyemir sepatu yang sering mengancam penumpang.

Akibatnya, terminal mulai sepi karena penumpang enggan naik atau turun di tempat itu. Oleh warga dari daerah lain, Siantar kemudian disebut sebagai ’kota copet’. Warga Siantar yang berada di perantauan pun kena getahnya karena sering disebut sebagai copet. Keadaan itu berlangsung hingga pertengahan 1990 sebelum kepolisian melakukan operasi preman secara rutin.

  Pasca dipindahkannya terminal ke Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba, Oleh Walikota Siantar RE Siahaan, eks Terminal Sukadame kemudian dijadikan sebagai terminal Agri Bisni  yang menampung hasil pertanian dari daerah sekitar. Transaksi perdagangan di tempat itu biasanya dilakukan pada malam hari.

Untuk menunjang aktivitas perdagangan malam hari, Pemerintah Kota Siantar membangun lampu jalan untuk menerangi seluruh area terminal. Pada siang hari, eks terminal ini masih disibukkan oleh aktivitas awak bus yang enggan pindah ke Terminal Tanjung Pinggir.Sayangnya, karena lapak-lapak pedagang yang berada di sekeliling terminal tak terurus menyebabkan kondisi terminal menjadi kumuh.

 Walau telah berubah fungsi, namun segenap sejarah dan romantika yang terjadi terminal itu akan selalu menjadi kenangan bagi masyarakat Siantar baik yang tinggal di Siantar maupun diperantauan.

  Eks Terminal Sukadame, merupakan saksi bisu tentang kerasnya kehidupan di Kota Siantar. Terminal itu telah melahirkan beberapa nama yang sukses sebagai pengusaha. Misalnya Alm Ramli,  Dobur, dan sejumlah nama lainnya yang menjadi kontraktor papan atas di Siantar. Sementara sejumlah nama lainnya menjadi orang yang sangat disegani di tanah rantau.



Keterangan narasumber adalah Mangatas Simangkalit yang pada tahun 70 an menjabat sebagai Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang juga merupakan tokoh eksponen 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Prosedur Pengalihan Aset Pemko Siantar Salahi Aturan

Aset milik Pemko Siantar baik barang bergerak maupun tak bergerak banyak dikuasai mantan pejabat kota ini. Aset Pemko seperti kendaraan dinas sampai saat ini banyak yang belum dikembalikan dan berpindah tangan kepada mantan pejabat yang sebelumnya memakainya. Namun proses pengalihan dan kepemilikan barang milik Pemko kepada mantan pejabat dinilai belum melalui prosedur yang jelas.
Dalam pengalihan kepemilikan asset daerah tersebut pihak Pemko Siantar maupun pembeli tidak melalui mekanisme lelang seperti yag disyaratkan oleh undang-undang.
Padahal berdasarkan Permendagri no. 117 tahun 2007 tentang tata cara pengelolaan barang milik daerah dinyatakan, barang milik Negara/ daerah pemindah tanganannya harus melalui lelang.
“Sampai saat ini kita belum pernah melakukan pelelangan asset milik Pemko siantar,” kata Drs. Ekman Manurung Kepala kantor pelayanan kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) Senin, (25/05).
Drs. Ekman Manurung didampingi Kasubbag umum Sopan Tarigan mengingatkan, kepemilikan asset daerah yang tidak sesuai ketentuan dapat dibatalkan, selain itu pengurusan bea balik nama atas barang tersebut akan sulit. “Agar bea balik nama atas barang milik daerah dikeluarkan maka risalah lelang sebagai bukti jual beli barang tersebut harus dikeluarkan oleh KPKNL”, katanya.
Sopan Tarigan menambahkan, barang daerah yang dihapus dan masih mempunyai nilai ekonomi dapat dikakukan melalui pelelangan umum dan terbatas. Barang milik daerah yang telah memiliki usia 5 tahun bisa dilelang dan pemakai barang tersebut mendapatkan prioritas untuk memilikinya yang hasilnya akan disetorkan ke kas daerah. “ KPKNL sebagai penyedia jasa hanya memperoleh 1 persen dari nilai jual barang”,Katanya.
Dijelaskan, sesuai dengan Vedureglement STB/1908 no 189 dinyatakan stiap pelelangan barang harus dilakukan dihadapan umum dengan cara penawaran yang memperhatikan harga turun-naik dan harus diumumkan di depan publik. Bila tidak melalui mekanisme tersebut menurut Sopan, pemilikan barang dapat dinyatakan tidak sah.
Untuk itu dihimbaunya pihak Pemko maupun calon pembeli agar dalam melakukan pengalihan barang daerah melalui mekanisme yang benar sesuai undang-undang melalui pelelangan di KPKNL sebagai satu-satunya kantor penyedia jasa pelelangan asset daerah/Negara.▄val